Judul Buku : Jejak Pemikiran B.J. Habibie; Peradaban Teknologi Untuk Kemandirian Bangsa Editor : Andi Makmur Makka Penerbit : PT Mizan Pustaka Cetakan : I, November 2010 Tebal : 350 halaman Peresensi : Fatkhul Anas*)
Sebagai Negara berkembang, Indonesia sesungguhnya memiliki potensi yang luar biasa. Sumber daya alam yang melimpah adalah salah satunya. Kandungan zat mineral dengan berbagai jenisnya, tertimbun di dalam bumi Indonesia berabad-abad lamanya. Tak hanya gas bumi; emas, perak, timah, bauksit, pasir besi, dan berbagai jenis tembaga lainnya, siap dipanen dan dimanfaatkan. Indonesia juga memiliki hutan yang kaya akan flora dan fauna. Keanekaragaman hayati itu menjanjikan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.
Untuk itulah, diperlukan perangkat teknologi canggih agar dapat mengolah segala kekayaan alam tersebut. Dengan teknologi, kekayaan alam yang tak terjamah oleh tangan manusia, bisa dikelola sehingga menjadi barang berharga. Perangkat teknologi inilah yang membantu manusia untuk meneropong masa depannya. Apalagi untuk konteks Indonesia yang wilayahnya begitu luas, teknologi menjadi perangkat penting yang kehadirannya ditunggu untuk kemajuan bangsa.
Mengenai perkenalan dengan teknologi, semenjak kemerdekaan bangsa Indonesia sesungguhnya telah mencoba. Bahkan, Indonesia memiliki ahli teknologi yang cerdas dan brilian yaitu B.J. Habibie. Beberapa gagasannya menjadi titik awal bagi terciptanya iklim teknologi yang massif di Indonesia. Gagasan tersebut dituangkan dalam berbagai artikel, ulasan, maupun ceramah, yang kesemuanya dirangkai dalam buku ini. Meski belum sempurna merekam pemikiran Habibie, buku ini setidaknya menjadi wakil atas kecemerlangan gagasan beliau.
Kehadiran Habibie di kancah teknologi memang mengejutkan, sekaligus menggembirakan. Terkejut karena beliau memiliki gagasan yang brilian, dan gembira karena beliau mau mengabdi di negrinya sendiri. Kedatangan Habibie ke kancah teknologi Indonesia ditandai ketika beliau pada tahun 1973 meninggalkan Jerman demi memenuhi panggilan presiden Soeharto. Saat itu Habibie berumur 35 tahun dan telah memiliki berbagai jabatan prestisius karena beliau menjadi pakar teknologi penerbangan yang disegani di Barat.
Langkah Habibie semakin nyata ketika tahun 1978 beliau dilantik menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi/Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Sejak saat itu, terjadi perubahan mendasar pada kegiatan penelitian di Indonesia. Kegiatan penelitian lebih terfokus untuk mengasilkan teknologi yang diterapkan bagi keperluan pembangunan. Sejak saat itu pula, istilah Iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi), mulai poluler sehingga pada tahun 1993 Iptek dijadikan sebagai salah satu asas pembangunan (hal. 12).
Habibie juga sukses merintis badan-badan penelitian seperti Dewan Riset Nasional (DRN) yang merupakan wadah koordinasi nonstruktural, yang merumuskan program ilmu pengetahuan dan teknologi. Lalu disusul lahirnya Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) sebagai tempat para akademisi untuk menggali ilmu dan teknologi. Tak ketinggalan pula industri strategis, yang beliau bangun di kota-kota yang memiliki perguruan tinggi unggul. Seperti IPTN yang bersinergi dengan ITB Bandung. Industri ini bergerak dalam bidang kedirgantaraan.
Lalu PT PAL di Surabaya bersinergi dengan ITS Surabaya dalam bidang perkapalan dan kelautan. Sedangkan Institut Teknologi Indonesia (ITI) di Serpong bersinergi dengan pusat penelitian di Puspiptek. Produk yang lahir dari integrasi teknologi tersebut juga bermacam-macam, seperti pesawat N-235 dan N-250, kapal Caraka Jaya dan Palwo Buwono.
Gagasan Habibie yang mampu menelorkan berbagai produk diatas, lahir dari analisisnya yang tajam akan kondisi Indonesia. Bagi Habibie, negri ini laiknya penggalan surga karena memiliki kekayaan alam yang melimpah. Kekayaan alam tersebut harus bisa diolah agar dapat menghasilkan nilai tambah (added value) yang melimpah. Sebagai contoh, pasir besi jika dijual apa adanya tanpa diolah menjadi barang elektronik seperti motor, jelas harganya akan murah. Tetapi kalau mampu diolah menjadi barang elektronik, harganya akan semakin mahal.
Untuk menghasilkan nilai tambah (added value), tentu saja dibutuhkan biaya tambah (added cost). Untuk itulah, pemberdayaan sumber data manusia (SDM) bagi Habibie harus dimaksimalkan. Tujuannya adalah untuk menekan biaya tambah (added cost). Pasalnya, kalau SDM Indonesia mampu mengelola kekayaan alamnya sendiri, tentu tidak perlu membayar lebih untuk tenaga ahli dari luar. Cukup memanfaatkan orang-orang dalam negri saja. Bahkan ini bisa membuka lapangan kerja.
Habibie memang sangat menekankan pemberdayaan sumber daya manusia karena bagi beliau kemajuan lestari suatu bangsa tidak terutama bergantung kepada dimilikinya sumber-sumber kekayaan alam. Tetapi, kemajuan lestari suatu bangsa bergantung pada ketangguhan, keuletan, dan ketrampilan sumber daya manusia (hal 117). Disinilah faktor penting yang sampai sejauh ini masih belum diperhatikan sepenuhnya oleh pemerintah. Selama ini, kita menggembar-gemborkan kemajuan Iptek, tetapi luput untuk mengurus SDM secara serius. Terbukti dengan pendidikan yang belum bisa dinikmati secara layak oleh seluruh warga Indonesia.
Bagi Habibie, perluasan kesempatan pendidikan menjadi prioritas yang harus dilakukan. Pendidikan tetaplah menjadi tonggak utama kemajuan. Karena itu, peningkatan mutu pendidikan menjadi sebuah keniscayaan. Begitu juga dengan upaya mencari keterkaitan dan kecocokan pendidikan dengan dinamika industri. Ini merupakan tuntutan pendidikan yang tak kalah penting. Problem kemiskinan dan pengangguran bisa berkurang kalau manusia Indonesia memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang kesemua itu didapat dari pendidikan.
Pada dasarnya, Habibie ingin agar dinamika teknologi di negri ini terbangun secara massif sehingga Indonesia menjadi negri dengan peradaban teknologi yang maju. Untuk itu, pembangunan SDM harus terus dilakukan seiring dengan pembangunan teknologi.
*) Peresensi adalah pegiat buku pada Hasyim Asy’ari Institute
Sumber : http://oase.kompas.com/read/2011/01/29/05380447/Habibie.dan.Mimpi.Peradaban.Teknologi
0 komentar:
Posting Komentar