Setiap awal bulan pada umumnya setiap bank akan dikunjungi para nasabahnya. Keperluan mereka sangat beragam. Ada yang mau ambil gaji, bayar angsuran atau transfer ke rekening lain (bank yang sama atau yang lain) atau keperluan lainnya.
Biasanya kalau sudah begitu maka terbentuk antrian yang cukup padat dan panjang. Jika mau masuk dalam kelompok tersebut, maka kita harus sabar.
Senin, 3 Desember 2007, saya pergi ke suatu bank di kawasan Atrium Senen, Jakarta Pusat. Saya tidak sadar bahwa itu adalah tanggal muda di mana banyak orang berduyun-duyun pergi ke bank. Dan saya baru sadar ketika saya telah memasuki bank tersebut untuk melakukan transaksi. Ketika saya sampai di lantai dua, di sana sudah terbentuk suatu antrian yang padat dan melingkar (seperti ular saja). Padahal baru jam sepuluh pagi (Perkiraan saya, bank akan dipenuhi orang pada jam-jam istirahat. Ternyata perkiraan saya salah).
Karena sudah kepalang basah dan sudah sampai di tempat, saya pun ambil bagian dalam barisan tersebut. Saya datang untuk ‘nyetor’ (hebat ya, di saat orang ‘ngambil’ uang atau bayar angsuran, saya malah setor uang – belum tahu dia?). Kadangkala saya juga heran, mau ngasih uang saja harus antri ya. Yang bodoh siapa ya.
Antrian tersebut berjalan sangat lambat padahal ada 4 loket yang tersedia. Ternyata loket 1 dan 3 tutup. Saya jadi heran, di saat bank harus melayani nasabahnya yang berjubel ini mengapa tidak semua loket dibuka, sehingga pelayanan bisa lebih cepat dan pergerakan antrian bisa lebih lancar. Padahal petugasnya ada.
Ternyata berdiri dalam antrian yang panjang, padat dan lambat bergeraknya, melelahkan juga ya. Mau coba?
Tak lama kemudian loket 1 di buka. Semoga dengan bertambahnya loket maka pergerakan antrian akan lebih cepat. Namun kegembiraan itu tidak lama karena suatu plat bertuliskan ‘TUTUP’ segera di taruh di depan loket No. 2.
Untunglah saya masih memiliki kesabaran.
Sambil berdiri dalam antrian, saya melihat banner bertuliskan ‘Butuh Dana Cepat.?’ Lalu pada baris bawahnya tertulis, “Mobil Anda Solusinya! Seseorang di belakang saya yang kebetulan melihat tulisan itu berkomentar, “Emangnya punya mobil? Kalau tidak punya mobil gimana?” Saya hanya tersenyum menanggapinya.
Jaman sekarang mana ada sih yang mudah. Untuk pinjam uang saja kita perlu punya mobil sebagai jaminan. Lalu bagaimana yang tidak punya kendaraan? Padahal justru wong cilik lah - yang notabene tidak punya kendaraan - yang seringkali butuh uang. Dan justru merekalah yang harus dibantu.
Selain itu, biasanya yang dilayani untuk pinjam uang adalah karyawan tetap/ wiraswasta atau perusahaan/profesional. Dan harus memiliki rekening di bank tersebut dan angsurannya sebesar 1/3 gaji. Ada beberapa yang disebutkan sebagai keuntungan jika meminjam di bank tersebut, yaitu bebas provisi, bunga ringan dan proses mudah dan cepat. Saya tidak tahu pasti apakah wong cilik memahami keuntungan tersebut.
Beberapa waktu lalu saya juga pernah ditawari pinjaman melalui kartu kredit. Pada awalnya ia menanyakan limit kartu kredit saya, setelah itu ia menawari saya sambil tersenyum (saya bisa tahu lho, apakah seorang tersenyum atau tidak di balik telepon sana, biasanya hal tersebut bisa diketahui dari nada dan getaran suaranya – wah sulit banget).
Kata orang bijak, hidup harus tolong menolong. Tapi dalam tawaran tersebut yang saya lihat adalah motivasi bisnis. Jika seseorang meminjam uang maka perhitungan bunganya akan sangat menguntungkan bank tersebut. Di jaman sekarang memang jarang ada yang baik hati yang meminjamkan uang tanpa motivasi tertentu. Yang pasti motivasi keuntungan. Dan karena saya tidak memerlukan dana cepat saat itu maka saya tolak penawaran tersebut.
Akhirnya tiba giliran saya menuju loket.
Saya menyesali pelayanan bank yang lambat. Satu setengah jam sudah waktu terbuang sia-sia akibat pelayanan bank yang kurang profesional.
Biasanya kalau sudah begitu maka terbentuk antrian yang cukup padat dan panjang. Jika mau masuk dalam kelompok tersebut, maka kita harus sabar.
Senin, 3 Desember 2007, saya pergi ke suatu bank di kawasan Atrium Senen, Jakarta Pusat. Saya tidak sadar bahwa itu adalah tanggal muda di mana banyak orang berduyun-duyun pergi ke bank. Dan saya baru sadar ketika saya telah memasuki bank tersebut untuk melakukan transaksi. Ketika saya sampai di lantai dua, di sana sudah terbentuk suatu antrian yang padat dan melingkar (seperti ular saja). Padahal baru jam sepuluh pagi (Perkiraan saya, bank akan dipenuhi orang pada jam-jam istirahat. Ternyata perkiraan saya salah).
Karena sudah kepalang basah dan sudah sampai di tempat, saya pun ambil bagian dalam barisan tersebut. Saya datang untuk ‘nyetor’ (hebat ya, di saat orang ‘ngambil’ uang atau bayar angsuran, saya malah setor uang – belum tahu dia?). Kadangkala saya juga heran, mau ngasih uang saja harus antri ya. Yang bodoh siapa ya.
Antrian tersebut berjalan sangat lambat padahal ada 4 loket yang tersedia. Ternyata loket 1 dan 3 tutup. Saya jadi heran, di saat bank harus melayani nasabahnya yang berjubel ini mengapa tidak semua loket dibuka, sehingga pelayanan bisa lebih cepat dan pergerakan antrian bisa lebih lancar. Padahal petugasnya ada.
Ternyata berdiri dalam antrian yang panjang, padat dan lambat bergeraknya, melelahkan juga ya. Mau coba?
Tak lama kemudian loket 1 di buka. Semoga dengan bertambahnya loket maka pergerakan antrian akan lebih cepat. Namun kegembiraan itu tidak lama karena suatu plat bertuliskan ‘TUTUP’ segera di taruh di depan loket No. 2.
Untunglah saya masih memiliki kesabaran.
Sambil berdiri dalam antrian, saya melihat banner bertuliskan ‘Butuh Dana Cepat.?’ Lalu pada baris bawahnya tertulis, “Mobil Anda Solusinya! Seseorang di belakang saya yang kebetulan melihat tulisan itu berkomentar, “Emangnya punya mobil? Kalau tidak punya mobil gimana?” Saya hanya tersenyum menanggapinya.
Jaman sekarang mana ada sih yang mudah. Untuk pinjam uang saja kita perlu punya mobil sebagai jaminan. Lalu bagaimana yang tidak punya kendaraan? Padahal justru wong cilik lah - yang notabene tidak punya kendaraan - yang seringkali butuh uang. Dan justru merekalah yang harus dibantu.
Selain itu, biasanya yang dilayani untuk pinjam uang adalah karyawan tetap/ wiraswasta atau perusahaan/profesional. Dan harus memiliki rekening di bank tersebut dan angsurannya sebesar 1/3 gaji. Ada beberapa yang disebutkan sebagai keuntungan jika meminjam di bank tersebut, yaitu bebas provisi, bunga ringan dan proses mudah dan cepat. Saya tidak tahu pasti apakah wong cilik memahami keuntungan tersebut.
Beberapa waktu lalu saya juga pernah ditawari pinjaman melalui kartu kredit. Pada awalnya ia menanyakan limit kartu kredit saya, setelah itu ia menawari saya sambil tersenyum (saya bisa tahu lho, apakah seorang tersenyum atau tidak di balik telepon sana, biasanya hal tersebut bisa diketahui dari nada dan getaran suaranya – wah sulit banget).
Kata orang bijak, hidup harus tolong menolong. Tapi dalam tawaran tersebut yang saya lihat adalah motivasi bisnis. Jika seseorang meminjam uang maka perhitungan bunganya akan sangat menguntungkan bank tersebut. Di jaman sekarang memang jarang ada yang baik hati yang meminjamkan uang tanpa motivasi tertentu. Yang pasti motivasi keuntungan. Dan karena saya tidak memerlukan dana cepat saat itu maka saya tolak penawaran tersebut.
Akhirnya tiba giliran saya menuju loket.
Saya menyesali pelayanan bank yang lambat. Satu setengah jam sudah waktu terbuang sia-sia akibat pelayanan bank yang kurang profesional.
0 komentar:
Posting Komentar